Selasa, 30 Juli 2013

Nol Kilometer

ada rasa geram dalam mulutku, ketika kau berjalan sendiri disana.
tanpa menoleh, tanpa menyapa.
hasratku ingin memanggil, atau sekedar menyadarkan matamu bahwa ada asa ingin mencinta.

sayang, kau selalu sibuk dengan langit-langit harap. 
hingga aku tak lagi berwujud, hingga aku tak lagi berbayang.

namun mata dadu dengan enam titik dari Tuhan masih berpihak padaku, ia memberika lipatan kesempatan.
hingga aku meminta agar Ia mencuri perhatianmu untuk kedua tangan dan kakiku.

di pinggir jalan yang aku duduki, kau kini datang dengan senyuman.

anginpun ikut menyampaikan kabar gembira bahwa kini kau tak sekedar lewat.
bahwa kini kita saling menatap

di pinggir jalan yang aku duduki, kaki kaki kita berdekatan, di titik Nol Kilometer.
duhai, adakah aku bisa tersenyum sekarang? menyapa mu di Nol Kilometer...

Kamis, 25 Juli 2013

ketahuilah, bahwa aku selalu menunggu mu

meski kerapkali, kau tidak mempedulikanya

hingga kapan, aku pun tidak tahu

bahkan almanak di dinding itupun tidak memiliki tanggal

hingga hanya suara tetesan air dalam sunyinya malam yang terdengar

aku selalu menunggumu

dibawah langit-langit kamar yang penuh dengan harap

meski terkadang ini terasa sesak dan gelap gulita

hingga akan datang cinta-cinta yang lain

namun aku selalu menunggumu

kau mungkin akan pulang, mungkin juga tidak...

namun aku akan selalu menunggu

Selasa, 23 Juli 2013

kue untuk sang nona



Senja yang sejuk. Aku berpakaian rapih dengan stelan kemeja putih bergaris-garis hitam dengan menggulung lengan baju, memakai celana jeans yang masih bersih, dan mengikat rambut panjangku. kemudian menghampiri pria bercelemek di dapur rumah. Nama pria itu Rama, Paman terbaikku. “hati-hati dan jangan sampai rusak, wanita selalu tidak menyukai pemberian yang berantakan.” Ucapnya tersenyum.
“tentu Paman.”  Aku mengambil bingkisan cantik itu dari tanganya. Bingkisan berisi kue-kue manis buatan Paman sendiri untuk wanita pujaanya.
Aku pergi ke sebuah rumah yang sudah Paman tunjukan lewat secarik kertas berisi alamat. Paman bilang, ia sering mengirimkan kue dan wanita itu selalu menyukai kue-kue manisnya terutama saat peringatan hari-hari besar. “Tiara House”, ucap diriku sendiri membaca tulisan di depan rumah tersebut.
Aku menekan bel, sekali, dua kali, tiga kali. Tidak ada yang membukakan pintu. Hingga bel keempat barulah seorang anak kecil membuka pintu.
“halo cantik, apa Tiara ada dirumah? Aku membawakan bingkisan, dari Paman Rama.” ucapku ramah. Anak itu hanya diam menatapku. Aku kembali bertanya dengan lembut namun anak itu tetap diam.
“apa kau mencari Tiara?” Tanya seseorang dari samping rumah. Aku mengangguk.
“ia sedang tidak ada, 2 hari yang lalu ia dirawat di rumah sakit untuk operasi angkat lemak, dan minggu depan ia akan menikah dengan seorang Dokter.”
Duhai Paman, betapa wanita ingin terlihat seksi, dan sepertinya kau tidak akan bisa memberi cinta yang manis untuk Nona Cantik lewat bingkisan kue-kue mu lagi.