Ruang
kelas yang sunyi, semua masih terlihat tenang dengan lembar ujian
masing-masing. Sudah 60 menit berlalu, dan sialnya, masih ada 5 nomer lagi yang
belum aku selesaikan. Aku mencoba mengingat-ingat lagi rumus yang menyebalkan,
menulisnya, menghapusnya, kemudian menulis lagi. Entahlah, yang penting semua
soal ini terjawab. Bel istirahat berbunyi, ah akhirnya. Aku mengumpulkan kertas
ujianku dan keluar kelas bersama Syifa dan Nunu. Sahabat terbaikku. Kami
berkenalan saat masuk dikelas XI, maklum, setiap tahun di sekolahku selalu ada pergantian kelas, pergantian
teman, dan mungkin ada yang berganti pacar juga.
“Guys…” Ucap Syifa sambil membuka
pesan di handphonenya saat kami sedang makan di kantin. “Tian lagi-lagi enggak
bales sms, hampir dua minggu flat banget.”
Aku
menghela napas panjang, sebenarnya tidak tega melihatnya selalu “menanti”.
Syifa dan pacarnya, Tian, sudah menjalin hubungan sejak mereka kelas 3 SMP.
Memang sih itu bisa dikatakan cinta monyet, tetapi hubungan itu terus
berlanjut hingga sekarang. Meskipun sempat putus nyambung, aku sendiri tidak
cukup mengerti mengapa Syifa mau CLBK lagi jika teringat cerita Syifa saat Tian
menduakanya, rasanya itu adalah hal tergila yang pernah aku dengar. Pada saat
itu hubungan mereka sudah 11 bulan lamanya, namun Tian tiba-tiba bersikap cuek
bahkan sering mengabaikan apa yang Syifa ucapkan.
Syifa
adalah perempuan cantik yang polos, namun bukan berarti ia akan diam saja untuk
mengatasi hal ini. Syifa mencoba menghampiri Tian dirumahnya, yang kebetulan
saat itu ada teman-teman Tian juga, dan ternyata Perempuan tersebut adalah
tetangga Tian. Pertemuan tiga hati itu akhirnya terjadi diluar rencana. Tian
yang terkejut mau tidak mau mengakui perselingkuhanya yang sudah ia lakukan
selama 3 bulan. Lalu, aku tidak tahu apa yang ada dibenak Syifa saat itu, akhirnya
Tian memutuskan untuk mengakhiri perselingkuhanya dan memilih Syifa. Dan
sahabatku yang baik itu memaafkan Tian dengan alasan “aku sangat menyayangi
Tian, Ca.”.
“Ca?”
Tanya Syifa kesal membuyarkan lamunanku tadi.
“Mungkin dia ketiduran semalem.”
Jawabku mencoba menghibur. “Yaudah nanti coba di telfon, Tian lagi enggak ada
pulsa mungkin.” Syifa menggangguk dan mencoba membetulkan kaca matanya yang
sudah ia kenakan sejak SD. Kemudian ia membuka akun twitter dari handphone nya,
mengetik nama “Tian Prasetya” pada bagian search. Sejenak dahinya mengerut,
alisnya menjadi lebih tebal dan rahangnya mengeras. “Kenapa Syif?” Tanyaku
heran. Syifa menyerahkan telfon genggamnya sambil mengusap ujung-ujung matanya.
Aku mulai membaca apa yang Syifa maksud. Sesak. Aku tau semua mention di akun
twitter ini membuat dada Syifa terhimpit rasa sedih.
“Syif, kali ini aku gak bisa terima
kalau kamu maafin Tian lagi! ini kedua kalinya.” Ucapku sedih sambil menyentuh
bahu Syifa yang kian gemetar. Nunu ikut memeluknya.
****
Keesokan harinya Syifa menelfon
Tian. Setelah mengumpulkan seluruh perasaanya semalaman, akhirnya ia
memberanikan diri untuk menanyakanya langsung kepada Sang Pacar. “Mau kamu apa sekarang?”
“Mau apa? Aku gak gimana-gimana,
kamu aja yang berlebihan, itu cuma mention biasa kok.”
“Biasa apa? Kamu sama dia pake
sayang-sayang gitu ngomongnya. Kamu gak sadar kalau kamu masih pacar aku? Kalau
kayak gini terus mending putus aja! Kamu gak pernah bisa berubah!”
“Ah! Kalau mau putus, yasudah kita
putus sekarang!” Jawab Tian kasar dan menutup telfon itu. Syifa menangis
sejadi-jadinya. Sebenarnya ia tidak serius untuk mengatakan “putus”, itu hanya
sebuah gertakan atau ucapan spontan yang ia utarakan. Tetapi Tian lebih keras
dan justru malah Tian yang memutuskan hubungan mereka. Ah, Syifa yang malang.
****
Aku dan Nunu duduk didepan bangku
Syifa, mendengarkan cerita sendunya sambil sesegukan. Hari ini masih pagi, bel
masuk sekolahpun belum berbunyi namun Syifa sudah menarik kami yang selalu siap
mendengarkan ceritanya.
“Akhirnya, malah aku yang diputusin
Tian. Seharusnyakan aku yang mutisin…” Ucapnya tersedu-sedu. Nunu memberikan
tissue padanya. “Kalau gitu, Tian memang sudah gak sayang lagi sama kamu. Ayo
dong Syif, jangan nangis terus. Dengan sikap Tian yang kayak gitu, semakin
menandakan bahwa dia enggak baik untuk kamu.” Ucap Nunu prihatin. Aku
menggangguk setuju.
Matanya semakin merah, tissue yang
diberikan Nunu sepertinya tidak cukup. Aku memberikan Tissue yang baru. “Sudah
mau bel nih, malu loh sama orang-orang kalau nangis begini. Lupain
sejenak dulu yaa.” Ucapku sambil menepuk bahunya.
****
Hari ini adalah hari terakhir ujian
sekolah, dan sudah seminggu ini Syifa tidak membicarakan soal Tian kepada kami.
Mungkin karena ujian sekolah ikut serta menelan kenangan pahit Tian yang
mengharuskan Syifa belajar lebih sering karena kami akan lulus dari SMA.
Beruntung Syifa masih bisa membagi perasaan dan otaknya dengan benar, jika
tidak pasti ujian kali ini ia stress.
“Kemarin aku ketemuan sama Tian.”
Ucap Syifa kepada Aku dan Nunu sambil menunggu mikrolet di pinggir jalan raya
dekat depan gerbang sekolah. Aku yang sedang meminum jus mangga sedikit
tersendak. “Kok bisa?”
“Iya bisa. Jadi kemarin itu dia
nelfon aku. Dia cerita kalau dia kabur dari rumah.” Ucap Syifa dengan mata yang
sedih. Aku dan Nunu mendengarkan dengan seksama, antara percaya atau tidak.
“Kasihan dia, dia ribut sama
keluarganya dan kabur dari rumah. Aku gak tega, makanya pas Tian nelfon dan
bilang kabur dari rumah, aku langsung ketemuan sama Tian. Aku juga bawain dia
makanan. Dia sekarang basecamp bandnya. Sekarang aku mau kesana lagi, Kasihan, Tian
pasti belum makan siang.” Ucap Syifa, matanya terlihat berbinar-binar. Ia
seperti sudah lupa dengan perselingkuhan-perselingkuhan Tian. Aku dan Nunu saling
pandang. Entah Syifa amnesia atau sedang menjelma malaikat bagi Tian, kami
tidak mengerti.
Aku menghabiskan jusku dengan cepat
dan menghela napas panjang, “Syif, kamu lupa soal kejadian minggu-minggu lalu?
Kenapa bisa kamu sekarang malah jadi malaikatnya dia? Aku bingung sama Tian,
dan lebih bingung lagi sama kamu.” Entah mengapa sikap Syifa ini mengecewakan
aku dan Nunu, bagaimanapun Tian bersikap seolah Syifa adalah tempat ia
berteduh, dan saat ia memiliki payung baru, ia membuang payung yang telah Syifa
sediakan sepenuh hati dengan kesetiaan dan rasa sayang.
“Bukannya aku lupa, tapi gimana?
Kasihan kan Tian keadaanya lagi kayak gini. Di basecamp itupun Tian gak punya
cukup uang.” Jawab Syifa sedih.
“Terus pacar barunya memang kemana
Syif? Kenapa dia gak nelfon pacarnya? Kok malah ke kamu sih?” Tanya Nunu
geregetan.
“Mereka sudah putus Nu, Tian bilang
kalau dia nyesel banget selingkuh lagi. Dan dia juga bilang kalau cuma aku yang
peduli sama dia, dia janji bahwa aku ini masa depanya.” Entah mengapa aku
hampir mau muntah mendengar gombalan Tian yang Syifa ucapkan, Tetapi rasanya
tidak mungkin aku muntah didepan Syifa. Aku dan Nunu akhirnya membiarkan Syifa
pergi ke basecamp Tian. Semoga kali ini Tian benar-benar Insyaf.
****
Setelah kejadian “minggatnya
Tian dari rumah”, Syifa dan Tian jadian lagi. sudah sebulan ini hubungan mereka
baik-baik saja meskipun sesekali ada pertengkaran kecil akibat salah paham.
“Oh
iya, besok malam ada pensi nih di sekolahnya Tian, Tian manggung loh sama
bandnya. Nanti kita nonton yuk Ca.” Pintanya sambil membetulkan kacamatanya.
Aku terdiam sejenak dan menggelengkan kepala. “Enggak bisa Syif, acaranya malem
ya pasti?” Tanyaku kembali dengan wajah yang sedikit sedih. Aku selalu tidak
bisa keluar rumah dimalam hari, tidak seberuntung teman-teman yang lain.
“Hemm yaudah-yaudah, kasihan si anak
mama ini gak bisa keluar malem hahaha.”
Malam harinya, Tian datang menjemput
Syifa dirumahnya. Ia mengenakan kaos hitam dan celana hitam. mengenakan kalung
hitam serta gelang tali berwarna hitam di pergelangan tangan kirinya. Syifa
keluar rumah dengan baju berwarna merah, kerudung hitam dan rok bercorak.
“Aneh banget sih penampilan kamu?
Ganti deh roknya, pake celana jeans aja.” Komentar Tian tidak suka. Akhirnya
Syifa pun mengganti pakaiannya dan setelah itu mereka langsung menuju sekolah
Tian.
Suasana disekolah Tian sangat ramai,
panggung yang dihias dengan lampu-lampu cantik serta para peserta pensi sudah
terlihat sibuk mempersiapkan penampilanya. Syifa diajak Tian untuk masuk
kedalam ruang ganti. Disana banyak teman-teman Tian sedang bersiap-siap dengan
alat musik mereka. Syifa terkejut bukan main. Mereka semua memakai baju hitam,
dan teman perempuan Tian, yang mungkin adalah pacar-pacar dari cowok band
inipun memakai baju hitam. Kok cuma aku yang pakai baju merah? Apa aku salah
kostum ya?
“Yuk keluar, sebentar lagi band kita
dipanggil.” Ucap Tian kepada teman-temanya. Merekapun keluar ruangan dan tak
lama kemudian, MC memanggil band Tian.
“Kamu nonton paling depan ya.” Ucap
Tian kepada Syifa dengan terburu-buru. Syifa menurut saja dan langsung
menerobos desakan para penonton. “Hei Syif!” Teriak Nunu dari sisi lain di
depan panggung. Ia melambaikan tangan dan menghampiri Syifa.
“Hai Nu! Kamu sama siapa kesini?”
Tanya Syifa sambil berteriak. Suasana disini sangat berisik. Terlebih ketika
Band Tian memulai konsernya. “Sendirian haha.” Jawab Nunu senang. “Loh itukan
Tian? Waw! Ternyata aliran musiknya Metal haha. Kamu ikutan nyanyi dong Syif,
sambil gini nih jari kamu.” Ucap Nunu seru sambil mengacungkan jari telunjuk, ibu
jari serta kelingkingnya. Tanda metal. Mereka berdua tertawa dan kembali
menatap Tian yang sedang asik dengan bass ditanganya. Pertunjukan musik metal
yang gokil.
“Nu, sudah jam 10 malam nih, aku
harus pulang.” Ucap Syifa ketika Tian selesai manggung.
“Kamu enggak dianter Tian?” Tanya
Nunu sambil meminum air mineral. Syifa menggeleng. “Hati-hati yaa.” Ucap Nunu
sambil mengawasi Syifa naik kendaraan umum di sebrang jalan yang lenggang.
****
Syifa menelfon Tian malam ini.
Seminggu setelah pensi disekolahnya, Tian tidak menghubungi Syifa lagi. Tidak
ada jawaban. Apa Tian enggak ada pulsa ya? Syifa keluar rumahnya dan
menuju sebuah konter pulsa. Mamasukan nomer Tian dan mengisinya dengan pulsa.
Namun sayang, lagi-lagi Tian tidak bisa dihubungi. Ia mengirim pesan SMS, tak
lama kemudian Tian membalasnya.
Ini siapa ya? Hp nya Tian lagi sama
pacarnya.
Bahunya kembali bergetar. Pacar?
Dengan perasaan kacau ia memberanikan diri menelfon. “Ini Syifa, pacarnya
Tian.” Ucapnya kepada seorang perempuan disebrang sana.
Kini
ia mulai paham, ketika mereka kembali menjalin hubungan, ternyata Tian pun
sedang menjalani hubungan dengan cewek lain. Dan itu artinya, Syifa-lah yang
saat ini menjadi selingkuhan Tian.
Akhirnya, siang ini Syifa kembali memberanikan diri menemui Tian
dirumahnya, bagaimanapun fakta yang ia tau sekarang, ia sangat ingin semua itu
Tian sendiri yang mengutarakan. Namun sayang, Tian tidak disana.
“Tian dari semalem belum pulang
Syif, kamu mau tunggu aja? Biar nanti aku yang telfon Tian untuk bilang kamu
ada dirumah.” Ucap kakak Tian baik. Namun Syifa menolak untuk menungu Tian. Ia
memang akan menunggu Tian, namun tidak dirumahnya, ia terlalu sungkan dan malu
jika harus menunggu Tian disana. Syifa pamit pulang dan ia duduk di pos ronda
dekat gang rumah Tian. Akan lebih nyaman menunggu Tian dari sini. Pikirnya saat
itu.
Syifa duduk sambil menggenggam
tangannya sendiri, bibirnya terasa kelu dan bendungan dimatanya sesekali
menumpahkan air. Dimana Tian sekarang? Syifa sangat membutuhkan pernyataan
lelaki itu. Matahari semakin menurun kearah barat, sudah 5 jam lamanya ia duduk
di pos ini hingga langit menunjukan bercak-bercak merahnya.
“Neng, kok dari tadi disini? Neng
kesasar ya?” Tanya seorang ibu yang kebetulan memiliki rumah disebelah pos
ronda ini. Syifa menggeleng sambil menunjukan senyum terpaksanaya. Syifa
menekan tombol telfon, menghubungiku yang sedang ada di rumah. “Ada apa Syif?”
tanyaku bingung. Suaranya serak. Ia suliit mengeluarkan kata-katanya sendiri.
“Ca, tolong bilang sama aku kalau
aku adalah perempuan paling bodoh sedunia! Aku sudah didekat rumah Tian sejak
pukul 1 siang dan aku gak tau dimana dia sekarang.” Ucapanya terbata-bata
sambil menangis, napasnya tersenggal dan ia semakin sesak.
“Syif, sekarang kamu pulang! Bodoh!
untuk apa disana? Kemana Tian? Kamu cuma buang-buang waktu dan nyakitin
perasaan sendri dengan nunggu Tian yang gak pasti seperti itu!” Ya Tuhan,
kenapa Syifa selalu nekat?
“Aku janji Ca, ini adalah yang
terakhir. Aku akan nunggu Tian sampai pukul 8 malam, setelah itu aku janji sama
kamu dan Nunu, ini adalah yang terakhir kalinya aku menunggu Tian. Aku cuma mau
dengar semuanya dari Tian, aku butuh itu.” Kemudian Syifa menutup telfonya
sambil menangis. Ia membiarkan dirinya sendiri menunggu sendu Tian yang hingga
pukul 8 malam tidak kunjung datang.
Syifa-pun pulang dengan mata yang
lebam serta dada yang sesak. Tian tidak pernah datang
kembali. Ia sudah mengenakan payung berteduh milik perempuan lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar