Jumat, 04 Oktober 2013

Payung Cinta Syifa



          Ruang kelas yang sunyi, semua masih terlihat tenang dengan lembar ujian masing-masing. Sudah 60 menit berlalu, dan sialnya, masih ada 5 nomer lagi yang belum aku selesaikan. Aku mencoba mengingat-ingat lagi rumus yang menyebalkan, menulisnya, menghapusnya, kemudian menulis lagi. Entahlah, yang penting semua soal ini terjawab. Bel istirahat berbunyi, ah akhirnya. Aku mengumpulkan kertas ujianku dan keluar kelas bersama Syifa dan Nunu. Sahabat terbaikku. Kami berkenalan saat masuk dikelas XI, maklum, setiap tahun di sekolahku  selalu ada pergantian kelas, pergantian teman, dan mungkin ada yang berganti pacar juga.
            Guys…” Ucap Syifa sambil membuka pesan di handphonenya saat kami sedang makan di kantin. “Tian lagi-lagi enggak bales sms, hampir dua minggu flat banget.”
Aku menghela napas panjang, sebenarnya tidak tega melihatnya selalu “menanti”. Syifa dan pacarnya, Tian, sudah menjalin hubungan sejak mereka kelas 3 SMP. Memang sih itu bisa dikatakan cinta monyet, tetapi hubungan itu terus berlanjut hingga sekarang. Meskipun sempat putus nyambung, aku sendiri tidak cukup mengerti mengapa Syifa mau CLBK lagi jika teringat cerita Syifa saat Tian menduakanya, rasanya itu adalah hal tergila yang pernah aku dengar. Pada saat itu hubungan mereka sudah 11 bulan lamanya, namun Tian tiba-tiba bersikap cuek bahkan sering mengabaikan apa yang Syifa ucapkan.
Syifa adalah perempuan cantik yang polos, namun bukan berarti ia akan diam saja untuk mengatasi hal ini. Syifa mencoba menghampiri Tian dirumahnya, yang kebetulan saat itu ada teman-teman Tian juga, dan ternyata Perempuan tersebut adalah tetangga Tian. Pertemuan tiga hati itu akhirnya terjadi diluar rencana. Tian yang terkejut mau tidak mau mengakui perselingkuhanya yang sudah ia lakukan selama 3 bulan. Lalu, aku tidak tahu apa yang ada dibenak Syifa saat itu, akhirnya Tian memutuskan untuk mengakhiri perselingkuhanya dan memilih Syifa. Dan sahabatku yang baik itu memaafkan Tian dengan alasan “aku sangat menyayangi Tian, Ca.”.
“Ca?” Tanya Syifa kesal membuyarkan lamunanku tadi.
            “Mungkin dia ketiduran semalem.” Jawabku mencoba menghibur. “Yaudah nanti coba di telfon, Tian lagi enggak ada pulsa mungkin.” Syifa menggangguk dan mencoba membetulkan kaca matanya yang sudah ia kenakan sejak SD. Kemudian ia membuka akun twitter dari handphone nya, mengetik nama “Tian Prasetya” pada bagian search. Sejenak dahinya mengerut, alisnya menjadi lebih tebal dan rahangnya mengeras. “Kenapa Syif?” Tanyaku heran. Syifa menyerahkan telfon genggamnya sambil mengusap ujung-ujung matanya. Aku mulai membaca apa yang Syifa maksud. Sesak. Aku tau semua mention di akun twitter ini membuat dada Syifa terhimpit rasa sedih.
            “Syif, kali ini aku gak bisa terima kalau kamu maafin Tian lagi! ini kedua kalinya.” Ucapku sedih sambil menyentuh bahu Syifa yang kian gemetar. Nunu ikut memeluknya.
                                                                        ****
            Keesokan harinya Syifa menelfon Tian. Setelah mengumpulkan seluruh perasaanya semalaman, akhirnya ia memberanikan diri untuk menanyakanya langsung kepada Sang Pacar.  “Mau kamu apa sekarang?”
            “Mau apa? Aku gak gimana-gimana, kamu aja yang berlebihan, itu cuma mention biasa kok.”
            “Biasa apa? Kamu sama dia pake sayang-sayang gitu ngomongnya. Kamu gak sadar kalau kamu masih pacar aku? Kalau kayak gini terus mending putus aja! Kamu gak pernah bisa berubah!”
            “Ah! Kalau mau putus, yasudah kita putus sekarang!” Jawab Tian kasar dan menutup telfon itu. Syifa menangis sejadi-jadinya. Sebenarnya ia tidak serius untuk mengatakan “putus”, itu hanya sebuah gertakan atau ucapan spontan yang ia utarakan. Tetapi Tian lebih keras dan justru malah Tian yang memutuskan hubungan mereka. Ah, Syifa yang malang.
                                                                        ****
            Aku dan Nunu duduk didepan bangku Syifa, mendengarkan cerita sendunya sambil sesegukan. Hari ini masih pagi, bel masuk sekolahpun belum berbunyi namun Syifa sudah menarik kami yang selalu siap mendengarkan ceritanya.
            “Akhirnya, malah aku yang diputusin Tian. Seharusnyakan aku yang mutisin…” Ucapnya tersedu-sedu. Nunu memberikan tissue padanya. “Kalau gitu, Tian memang sudah gak sayang lagi sama kamu. Ayo dong Syif, jangan nangis terus. Dengan sikap Tian yang kayak gitu, semakin menandakan bahwa dia enggak baik untuk kamu.” Ucap Nunu prihatin. Aku menggangguk setuju.
            Matanya semakin merah, tissue yang diberikan Nunu sepertinya tidak cukup. Aku memberikan Tissue yang baru. “Sudah mau bel nih, malu loh sama orang-orang kalau nangis begini. Lupain sejenak dulu yaa.” Ucapku sambil menepuk bahunya.
                                                                        ****
            Hari ini adalah hari terakhir ujian sekolah, dan sudah seminggu ini Syifa tidak membicarakan soal Tian kepada kami. Mungkin karena ujian sekolah ikut serta menelan kenangan pahit Tian yang mengharuskan Syifa belajar lebih sering karena kami akan lulus dari SMA. Beruntung Syifa masih bisa membagi perasaan dan otaknya dengan benar, jika tidak pasti ujian kali ini ia stress.
            “Kemarin aku ketemuan sama Tian.” Ucap Syifa kepada Aku dan Nunu sambil menunggu mikrolet di pinggir jalan raya dekat depan gerbang sekolah. Aku yang sedang meminum jus mangga sedikit tersendak. “Kok bisa?”
            “Iya bisa. Jadi kemarin itu dia nelfon aku. Dia cerita kalau dia kabur dari rumah.” Ucap Syifa dengan mata yang sedih. Aku dan Nunu mendengarkan dengan seksama, antara percaya atau tidak.
            “Kasihan dia, dia ribut sama keluarganya dan kabur dari rumah. Aku gak tega, makanya pas Tian nelfon dan bilang kabur dari rumah, aku langsung ketemuan sama Tian. Aku juga bawain dia makanan. Dia sekarang basecamp bandnya. Sekarang aku mau kesana lagi, Kasihan, Tian pasti belum makan siang.” Ucap Syifa, matanya terlihat berbinar-binar. Ia seperti sudah lupa dengan perselingkuhan-perselingkuhan Tian. Aku dan Nunu saling pandang. Entah Syifa amnesia atau sedang menjelma malaikat bagi Tian, kami tidak mengerti.
            Aku menghabiskan jusku dengan cepat dan menghela napas panjang, “Syif, kamu lupa soal kejadian minggu-minggu lalu? Kenapa bisa kamu sekarang malah jadi malaikatnya dia? Aku bingung sama Tian, dan lebih bingung lagi sama kamu.” Entah mengapa sikap Syifa ini mengecewakan aku dan Nunu, bagaimanapun Tian bersikap seolah Syifa adalah tempat ia berteduh, dan saat ia memiliki payung baru, ia membuang payung yang telah Syifa sediakan sepenuh hati dengan kesetiaan dan rasa sayang.
            “Bukannya aku lupa, tapi gimana? Kasihan kan Tian keadaanya lagi kayak gini. Di basecamp itupun Tian gak punya cukup uang.” Jawab Syifa sedih.
            “Terus pacar barunya memang kemana Syif? Kenapa dia gak nelfon pacarnya? Kok malah ke kamu sih?” Tanya Nunu geregetan.
            “Mereka sudah putus Nu, Tian bilang kalau dia nyesel banget selingkuh lagi. Dan dia juga bilang kalau cuma aku yang peduli sama dia, dia janji bahwa aku ini masa depanya.” Entah mengapa aku hampir mau muntah mendengar gombalan Tian yang Syifa ucapkan, Tetapi rasanya tidak mungkin aku muntah didepan Syifa. Aku dan Nunu akhirnya membiarkan Syifa pergi ke basecamp Tian. Semoga kali ini Tian benar-benar Insyaf.
                                                                        ****
            Setelah kejadian “minggatnya Tian dari rumah”, Syifa dan Tian jadian lagi. sudah sebulan ini hubungan mereka baik-baik saja meskipun sesekali ada pertengkaran kecil akibat salah paham.
“Oh iya, besok malam ada pensi nih di sekolahnya Tian, Tian manggung loh sama bandnya. Nanti kita nonton yuk Ca.” Pintanya sambil membetulkan kacamatanya. Aku terdiam sejenak dan menggelengkan kepala. “Enggak bisa Syif, acaranya malem ya pasti?” Tanyaku kembali dengan wajah yang sedikit sedih. Aku selalu tidak bisa keluar rumah dimalam hari, tidak seberuntung teman-teman yang lain.
            “Hemm yaudah-yaudah, kasihan si anak mama ini gak bisa keluar malem hahaha.”
            Malam harinya, Tian datang menjemput Syifa dirumahnya. Ia mengenakan kaos hitam dan celana hitam. mengenakan kalung hitam serta gelang tali berwarna hitam di pergelangan tangan kirinya. Syifa keluar rumah dengan baju berwarna merah, kerudung hitam dan rok bercorak.
            “Aneh banget sih penampilan kamu? Ganti deh roknya, pake celana jeans aja.” Komentar Tian tidak suka. Akhirnya Syifa pun mengganti pakaiannya dan setelah itu mereka langsung menuju sekolah Tian.
            Suasana disekolah Tian sangat ramai, panggung yang dihias dengan lampu-lampu cantik serta para peserta pensi sudah terlihat sibuk mempersiapkan penampilanya. Syifa diajak Tian untuk masuk kedalam ruang ganti. Disana banyak teman-teman Tian sedang bersiap-siap dengan alat musik mereka. Syifa terkejut bukan main. Mereka semua memakai baju hitam, dan teman perempuan Tian, yang mungkin adalah pacar-pacar dari cowok band inipun memakai baju hitam. Kok cuma aku yang pakai baju merah? Apa aku salah kostum ya?
            “Yuk keluar, sebentar lagi band kita dipanggil.” Ucap Tian kepada teman-temanya. Merekapun keluar ruangan dan tak lama kemudian, MC memanggil band Tian.
            “Kamu nonton paling depan ya.” Ucap Tian kepada Syifa dengan terburu-buru. Syifa menurut saja dan langsung menerobos desakan para penonton. “Hei Syif!” Teriak Nunu dari sisi lain di depan panggung. Ia melambaikan tangan dan menghampiri Syifa.
            “Hai Nu! Kamu sama siapa kesini?” Tanya Syifa sambil berteriak. Suasana disini sangat berisik. Terlebih ketika Band Tian memulai konsernya. “Sendirian haha.” Jawab Nunu senang. “Loh itukan Tian? Waw! Ternyata aliran musiknya Metal haha. Kamu ikutan nyanyi dong Syif, sambil gini nih jari kamu.” Ucap Nunu seru sambil mengacungkan jari telunjuk, ibu jari serta kelingkingnya. Tanda metal. Mereka berdua tertawa dan kembali menatap Tian yang sedang asik dengan bass ditanganya. Pertunjukan musik metal yang gokil.
            “Nu, sudah jam 10 malam nih, aku harus pulang.” Ucap Syifa ketika Tian selesai manggung.
            “Kamu enggak dianter Tian?” Tanya Nunu sambil meminum air mineral. Syifa menggeleng. “Hati-hati yaa.” Ucap Nunu sambil mengawasi Syifa naik kendaraan umum di sebrang jalan yang lenggang.
                                                                        ****
            Syifa menelfon Tian malam ini. Seminggu setelah pensi disekolahnya, Tian tidak menghubungi Syifa lagi. Tidak ada jawaban. Apa Tian enggak ada pulsa ya? Syifa keluar rumahnya dan menuju sebuah konter pulsa. Mamasukan nomer Tian dan mengisinya dengan pulsa. Namun sayang, lagi-lagi Tian tidak bisa dihubungi. Ia mengirim pesan SMS, tak lama kemudian Tian membalasnya.
            Ini siapa ya? Hp nya Tian lagi sama pacarnya.
            Bahunya kembali bergetar. Pacar? Dengan perasaan kacau ia memberanikan diri menelfon. “Ini Syifa, pacarnya Tian.” Ucapnya kepada seorang perempuan disebrang sana.
Kini ia mulai paham, ketika mereka kembali menjalin hubungan, ternyata Tian pun sedang menjalani hubungan dengan cewek lain. Dan itu artinya, Syifa-lah yang saat ini menjadi selingkuhan Tian.  Akhirnya, siang ini Syifa kembali memberanikan diri menemui Tian dirumahnya, bagaimanapun fakta yang ia tau sekarang, ia sangat ingin semua itu Tian sendiri yang mengutarakan. Namun sayang, Tian tidak disana.
            “Tian dari semalem belum pulang Syif, kamu mau tunggu aja? Biar nanti aku yang telfon Tian untuk bilang kamu ada dirumah.” Ucap kakak Tian baik. Namun Syifa menolak untuk menungu Tian. Ia memang akan menunggu Tian, namun tidak dirumahnya, ia terlalu sungkan dan malu jika harus menunggu Tian disana. Syifa pamit pulang dan ia duduk di pos ronda dekat gang rumah Tian. Akan lebih nyaman menunggu Tian dari sini. Pikirnya saat itu.
            Syifa duduk sambil menggenggam tangannya sendiri, bibirnya terasa kelu dan bendungan dimatanya sesekali menumpahkan air. Dimana Tian sekarang? Syifa sangat membutuhkan pernyataan lelaki itu. Matahari semakin menurun kearah barat, sudah 5 jam lamanya ia duduk di pos ini hingga langit menunjukan bercak-bercak merahnya.
            Neng, kok dari tadi disini? Neng kesasar ya?” Tanya seorang ibu yang kebetulan memiliki rumah disebelah pos ronda ini. Syifa menggeleng sambil menunjukan senyum terpaksanaya. Syifa menekan tombol telfon, menghubungiku yang sedang ada di rumah. “Ada apa Syif?” tanyaku bingung. Suaranya serak. Ia suliit mengeluarkan kata-katanya sendiri.
            “Ca, tolong bilang sama aku kalau aku adalah perempuan paling bodoh sedunia! Aku sudah didekat rumah Tian sejak pukul 1 siang dan aku gak tau dimana dia sekarang.” Ucapanya terbata-bata sambil menangis, napasnya tersenggal dan ia semakin sesak.
            “Syif, sekarang kamu pulang! Bodoh! untuk apa disana? Kemana Tian? Kamu cuma buang-buang waktu dan nyakitin perasaan sendri dengan nunggu Tian yang gak pasti seperti itu!” Ya Tuhan, kenapa Syifa selalu nekat?
            “Aku janji Ca, ini adalah yang terakhir. Aku akan nunggu Tian sampai pukul 8 malam, setelah itu aku janji sama kamu dan Nunu, ini adalah yang terakhir kalinya aku menunggu Tian. Aku cuma mau dengar semuanya dari Tian, aku butuh itu.” Kemudian Syifa menutup telfonya sambil menangis. Ia membiarkan dirinya sendiri menunggu sendu Tian yang hingga pukul 8 malam tidak kunjung datang.
            Syifa-pun pulang dengan mata yang lebam serta dada yang sesak. Tian tidak pernah datang kembali. Ia sudah mengenakan payung berteduh milik perempuan lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar