Tidak seorangpun yang percaya bahwa saat ini aku merindukan nya,
entah apa salahku sehingga tidak ada yang percaya begitu saja. Aku menatap
langit sore yang orange, hal ini adalah yang paling ku sukai, langit luas
oranye dengan tiupan angin yang lembut…
Aku menurunkan kaki ku dari genteng kembali ke loteng. Aku
setiap sore sering ke lantai 4 asrama, lantai paling atas dan bermain disana,
menghabiskan waktu sore hingga matahari terbenam dan adzan magrib, barulah aku
dan teman-temanku turun.
Ketika turun dari loteng, kaki ku tergortes paku yang memang
menancap di pinggirang tembok sepanjang loteng ini. Tidak sakit, karena ini
sudah sering. lebih sakit luka di hatiku, jika mengingat semua kebodohan
terbesarku. Rasa penyesalan yang sangat mendalam dan rasa bersalah yang terus
menghantui…
Pada saat itu aku tidak pernah bahagia memiliki seorang kakak
perempuan, dia tidak baik dengan ku, sering marah-marah padaku, dan aku selalu
salah di mata kaka ku,aku benci hal ini…
Setelah lulus sekolah dasar,aku hidup bersama dia di luar kota,
sekolah pesantren dan mondok di asrama, dan jauh dari orang tua. Aku tidak
pernah tau apakah dia senang memiliki adik perempuan seperti aku, atau tidak..
Aku dan dia sepetiap harinya tidak seperti orang kenal, bertemu
di jalan atau di asrama seperti bukan kakak adik, lewat yaaa hanya lewat saja,
tidak ada tegur sapa, senyuman apalagi canda tawa. Sampai teman-teman dekat ku
berpendapat bahwa hubungan ku dengan kakak ku sangat tidak baik jika seperti
itu.
Jujur, akupun tidak ingin seperti ini. Setiap orang tentu ingin
memiliki hubungan yang harmonis dengan keluarganya. Aku ingin seperti teman ku,
namanya Syifa, ia sangat akrab dengan kak Ira, mereka akrab seperti layak nya
sahabat, aku ingin akrab seperti itu, aku ingin menjadi teman curhat kakak
perempuan ku sendiri. Namun kita berbeda, kakak ku sangat menjengkel kan, dia
galak dan aku tidak suka. Mungkin kakak ku berfikiran sama, mungkin aku adalah
adik yang sangat menyebalkan untuknya, mungkin aku adik bodoh yang tidak pintar
dan tidak sehebat dia.
Aku dan kakak ku hanya berbicara ketika uang saku kami akan
habis
“ca, uang udah mau habis, telfon papah suruh transfer.”
Atau ketika aku hendak minta uang jajan, aku adalah orang yang
boros, maka dari itu uang dia yang handle.
“teh minta uang, mau makan.”
Atau ketika dia bilang mau pakai uang untuk ini itu.
“teteh mau belanja ke kota, mau beli buku.”
Hanya itu, iyah memang hanya itu yang aku bicarakan. Selebihnya
yaaa hanya selewat saja.
Yang paling aku benci ketika ia menyuruhku untuk ganti baju
ketika kita tidak sengaja memakai baju yang sama. Mamah memang masih sering
membelikan baju kembar untuk kami, padahal aku dan dia berbeda usia 3 tahun.
“ganti gak itu baju, malu tau gak pake baju kembaran gini.” Ucap
nya saat bertemu di depan asrama.
“loh kan ica duluan yang pake baju ini, teteh aja yang ganti.”
“udah cepet ganti sana, males gue gantinya.”
Dan lagi-lagi aku yang mengalah, seharusnya kakak bukan yang
mengalah pada adiknya? Aaaaaa aku benci punya kakak !
Pernah ketika ada lomba olah raga, yaitu volley ball, aku di
ikut sertakan, kakak ku adalah panitianya, maka dari itu dia tidak bisa ikut
bermain, padahal dia memang hebat dalam basket ball dan volley ball.
Tidak seperti aku yang volley nya masih berantakan, ya lumayan
juga sih bisanya, gak jelek-jelek banget. Namun tetap saja dia memarahi ku, di
depan teman-teman satu tim ku dia memarahi ku.
“teteh tau ica gak bisa, tapi pede aja mainya, jangan takut,
kalau gue bisa main sekarang juga gue gak bakalan nurunin lo di tim.”
Dan akhirnya gue beraniin diri, dan tim gue menang juara satu
saat itu.
Ada hal-hal lain yang aku tidak suka, yaitu ketika aku harus
mengikuti apa maunya, seperti lemari, baju, perlengkapan sekolah, semua dia
yang atur.
Aku benci punya kakak perempuan, tak jarang aku menangis, tak
jarang aku menyimpan rasa sakit hati… aku tidak pernah melawan nya, aku hanya
bisa menunduk diam setiap kali ia memarahi ku, dan itu sangat tidak enak.
Sampai teman ku pernah bilang bahwa aku terlalu pasrah.
Bukan karena aku ini bodoh, hanya diam saja di marahi orang
lain, namun aku lebih suka diam daripada harus berkelahi, daripada harus
marah-marah juga, lebih baik aku yang mengalah. Itu sudah biasa untuk ku….
Sampai suatu ketika semua itu berubah….
Saat kakak ku sakit, ia terserang kanker ganas..
Sebuah penyakit turunan dari nenek dan pamanku, penyakit yang
telah merengut nyawa mereka…
Dunia ini terasa jungkir balik, dunia ini terasa kejam dan tidak
bersahabat…
Saat itulah aku yang masih duduk di kelas 3 SMP harus menjadi
penjaga untuk kakak ku yang kelas 3 SMA. Mamah dan papah mengamanatkan nya
padaku.
Awalnya ini berat, sampai pernah untuk pertama kalinya aku
berkelahi dengan kakak ku itu.
Saat sepulang sekolah, waktu nya makan siang, namun karena kakak
ku sakit, ia tidak boleh makan seperti aku, makanan nya harus di jaga dari
metcin dan bahan-bahan kimia lain nya, dan ia meminta ku untuk beli sayuran dan
memasak nya. Pada saat itu, aku harus rapat osis, dan aku menolaknya,
mengatakan padanya untuk menyuruh bibi dapur saja.
Namun ia marah, dan menangis di kamarnya. Aku merasa bersalah,
merasa sangat jahat dan akhirnya aku bilang pada teman-teman osis ku bahwa aku
terlambat datang.
“teh…. Buka pintunya, sini uang beli sayuran, ica beli
sekarang…” ucapku saat itu sambil mengetuk pintu kamarnya. Terdengar suara
tangis nya.
“ngapain? Udah sana lo pergi ! gak usah mikirin gue, lo jahat
sama gue, kalau gue kuat juga gue bisa beli dan masak sendiri, tapi gue cape,
kaki gue sakit, makanya gue minta tolong sama lo..” ucapnya sambil menangis.
Ya Allah… sakit sekali mendengar ucapan nya, aku tersadar bahwa
aku memang salah, akupun menangis sambil berdiri di depan pintu kamarnya.
Banyak anak-anak asrama yang mendengar dan melihatnya, ah aku tidak
memperdulikan hal itu.
“teteh…. Ica minta maaf…. Ica juga sama tadi baru pulang, cape…
maaf teh… sekarang sini ica beliin sekalian di masak… maaf teteh…” ucap ku
sambil terisak.
Aku membuka pintu kamarnya, menghampiri ia yang menangis. Tidak
tegaa, meskipun aku membenci nya namun ternyata aku tidak bisa melihatnya menangis.
Setelah itu akhirnya aku keluar asrama dan membeli sayur bayam,
memasaknya di dapur. Ketika memasak aku masih menangis, tidak bisa menghapus
rasa bersalah dalam hati.
“ica, udah jangan sedih yaaa. Sabar, ikhlas ca…” ucap guruku,
kang jajang. Yang tiba-tiba ada di dekat ku. Tidak heran jika ia tau, karena
memang banyak guru-guru di pondok ku memiliki kelebihan spiritual.
Hari demi hari… semua menjadi terbiasa. Dan akupun sudah
membiasakan diri menjadi seorang kakak untuk kakak ku. Setiap hari sabtu sepulang
sekolah, aku mencuci baju ku dan baju kakak ku. Karena tidak mungkin aku
membiarkan nya mencuci baju sendiri. Setelah selesai mencuci, aku menjemurnya
dan keesokanya setrika dan ku simpan lagi di lemarinya.
Jika ia ingin makan dan makanan di asrama tidak cocok, maka aku
mencari makanan ke luar pesantren, biasanya aku mebelikan nasi bakar atau nasi
uduk kuning untuknya. Dan ketika obatnya sudah mau habis, aku harus memberi
taukan kepada papah mamah.
Begitulah setiap harinya sampai kita lulus….
Suatu ketika, kakak ku harus pulang selama 2 minggu untuk
berobat, dan…. Aku sangat merasa kangen. Aneh bukan? Setiap harinya aku dan dia
tidak pernah akrab, dia yang galak dan aku yang selalu kesal padanya, dan kini
aku merasa ada yang kurang, merasa sangat merindukan kakak perempuan ku itu…
Aku menangis di kamar, dan sialnya teman-teman ku malah tertawa
saat aku manangis.
“ca bisa kangen juga?” ledek mereka. “coba lu ngomong sama teh
Nia kalau lo kangen, pasti ga berani.”
Hemmm, sangat tidak berani, tengsin, malu, gengsi untuk mengakui
hal ini. Dan aku menulis sebuah surat untuk kakak ku itu, surat yang hanya aku
tulis di buku ku tanpa aku berikan padanya. Surat yang ku tulis di atas karton
warna hitam dengan pensil kayu, tentu itu tak mudah dibaca oleh siapaun karena
tidak terlihat (hebatkan gue hahaaha)
Setelah aku lulus SMP dan kakak ku lulus SMA, aku tidak
melanjutkan di pesantren lagi, melainkan sekolah di SMA Negri 6 Depok. Dan
kakak ku mendaftar kuliah di UIN Jakarta di jurusan Psikologi.
Namun tidak selancar itu, setelah lulus dan mendaftar, kakaku
sakit. Drop !
Mungkin karena faktor psikis juga, dahulu di pondok, rasa
sakitnya tidak ia rasakan karena banyak teman-teman dan suasana pesantren yang
selalu hangat, penuh cinta Tuhan dan penuh kebahagiaan anak remaja bersama
sahabat-sahabat tersayang.
Kini ia pulang ke rumah, yang tidak ada teman-teman dekat
(karena di pesantren itu teman kita jauh, berbeda kota, sampai berbeda pulau),
memang ada yang datang menjenguk, tetapi hanya seharian, tdk seperti di
pesantren yang setiap hati, dan setiap waktu bersama teman-teman. Bersama
sahabat adalah hal yang sangat bahagia, setiap orang pasti merasakan hal itu
jika ia memiliki banyak sahabat.
Kakak ku drop, dan sampai akhirnya ia lemah terbaring, rambutnya
rontok akibat terapi yang ia jalani.
Di saat itulah, perasaan aku dan dia menyatu layaknya kakak adik
yang sebenarnya.
Hikmah sakit itu sangat besar untuk ku, untuk keluarga ku…
Kami menjadi lebih terbuka, aku sering menemani kakak ku di
samping tempat tidurnya, menonton tv, makan, solat, tidur, dan bahkan aku dan
dia sudah mulai mengobrol banyak hal..
Aku merasa sangat dekat…
Sampai suatu hari, aku ada semesteran di sekolah ku, aku ingin
pergi ke sekolah, namun ia memegangi tangan ku, tidak mau aku pergi, kemudian
papa menjelaskan bahwa aku harus ke sekolah untuk ujian semester. Dan ketika
malam harinya, ia memin ta ku naik ke kasur nya.
Kasur yang untung nya cukup untuk 2 orang, kasur itu adalah
kasur klinik bibi ku yang seorang bidan, kasur itu papah pinjam karena mudah di
pindah-pindahkan dan bisa di turun naikan. Pada saat itu rumah ku memang sudah
seperti rumah sakit. Ada kasur rumah sakit, tabung oksigen, infusan, jarum
suntik, botol-botol infusan, dan lain-lain.
Akhirnya aku tidur di samping nya, rasa lelah karena pulang
sekolah jam 6 sore, lalu pekerjaan rumah, membuat aku cepat terlelap di
sebelahnya. Namun ke esokan harinya, aku kaget saat subuh aku tidur di kasur
ku. Dan ternyata sebenarnya jam 1 malam papah membangunkan ku untuk pindah
tidurnya, aku tidak sadar kalau aku sendiri yang bangun dan pindah -_____-
Tak lama, kurang lebih 1 minggu, ke adaan kakak ku memburuk,
semakin meburuk.
Dan akhirnya papa menemukan tempat pengobatan yg cocok, setelah
lama berikhtiar, papa memutuskan akan membawa kakak ku ke rumah sakit Citra
Insani yang berada di Sukabumi. Rumah sakit Islam China yang menggunakan ramuan
tradisional dan kedokteran zaman sekarang.
Papa pergi ke rumah sakit itu sendiri, pada hari sabtu sore
dengan motor, karena pasti akan macet jika pakai mobil. Papah kesana untuk cek
alamat, karena saat itu papa mengetahuinya lewat internet. Lalu ketika sampai
disana….
Dokter itu menjelaskan pengobatan disana, dan papa bilang hari
ini hanya ingin mengecek, lalu dokter itu bilang, pasien bisa di periksa jadi
bisa mempersiapkan jika kakak ku memang ingin di rawat.
Akhirnya papa menghubungi mama, memintanya untuk mengirimkan
hasil-hasil lab milik kakak ku lewat facsimile. Tak lama akhirnya dokter itu
paham, dan di berikan obat untuk 5 hari. Papa pun pulang ke rumah dan
memutuskan hari rabu kakak ku akan di bawa ke rumah sakit itu dengan ambulance
milik encang ku.
Namun takdir berkata lain…
Kakak ku wafat malam selasa….
Obat untuk 5 hari itu belum habis, namun obat itu sangat
bermamfaat, saat pertama kali kaka ku meminumnya, ia bisa tidur nyenyak,
tenang, dan ia tidak merasa sakit meskipun nyatanya ia sedang sakit parah. Obat
itu sangat cocok.
Tetapi obat takan bisa menyembuhkan maut…
5 agustus 2008, kakak ku wafat.
Aku, merasa sangat bodoh, aku sedih, aku menangis, aku remuk di
dalam hati…
Aku tidak memiliki feeling apapun, tidak ada firasat apapun.
Kini ia sudah tidak bisa kulihat lagi, dunia nya telah berbeda
ruang dan waktu. Aku menyesal, aku dan dia belum sempat jalan-jalan layaknya
adik dan kakak, aku dan dia belum berfoto bersama layaknya adik dan kakak, aku
belum sempat curhat soal pacar layaknya seorang adik dan kakak.
Aku belum sempat mengatakan aku sangat menyayangi dia, aku belum
sempat mengatakan bahwa aku sangat menyesal dahulu membencinya. Aku belum
sempat mengatakan bahwa aku sangat bangga menjadi adik kecilnya.
Tuhan….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar